PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PEMERINTAH
DALAM RANGKA PENGHORMATAN, PENGAKUAN DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAM
NAMA : PRANTO
PIRHOT SITUMORANG
NIM : 110200323
Diajukan untuk memenuhi tugas akademik Hukum
dan Hak Asasi Tahun ajaran 2011/2012 Grup :
H
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Berkat dan rahmatnyalah saya bisa
menyelesaikan tugas Makalah ini dengan Tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akademik
Hukum dan Hak Asasi semester Genap tahun ajaran 2011/2012. Adapun topik yang
dibahas didalam makalah ini adalah mengenai Permasalahan yang dihadapi
Pemerintah dalam Rangka Penghormatan, Pengakuan, Dan Penegakan Hukum dan HAM.
Dimana setelah membahas topik ini, diharapkan pembaca dapat memahami
Permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam Rangka Penghormatan, Pengakuan, Dan
Penegakan Hukum dan HAM. Sehingga nantinya penegakan Hukum dan HAM dapat
berjalan sesuai harapan.
Haka Asasi Manusia adalah Hak
yang dibawa sejak lahir dan merupakan karunia dari Yang Maha Kuasa yang tidak
boleh direbut oleh siapapun. Dengan keluarnya UU N0. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia maka pemerintah sudah manjamin tetap tegaknya Hak asasi manusia
di Indonesia.Tidak hanya sampai disitu penegakan Hak Asasi Manusia tetap jalan
ditempat.sehingga perlu di kaji apa Permasalahan yang dihadapi
Pemerintah dalam Rangka Penghormatan, Pengakuan, Dan Penegakan Hukum dan HAM
tersebut.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Edy Murya S.H, M.Hum sebagai dosen
pembimbing yang telah membimbing penulis didalam menyusun makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi untuk
tersajinya makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal itu dikarenakan
keterbatasan yang ada bagi penulis .Sehingga penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca.
Kiranya makalah ini memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan kita semua.Sehingga permasalahan penegakan Hukum
dan Hak Asasi dapat terselesaikan. Atas perhatiannya, Saya ucapkan terima
kasih.
Medan, Mei
2012
Penyusun
Pranto Pirhot Situnmorang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. PENGERTIAN HAM ………………………………………… 1
B. SEJARAH HAM ………………………………………… 3
C. PERKEMBANGAN HAM DI
INDONESIA ………………… 4
BAB II : PERMASALAHAN………………………………………………... 13
A.
Apa dasar Hukum pemberlakuan, penegakan, dan penghormatan
HAM di Indonesia? ........................................... 13
B.
Bagaimana Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia ? …… 13
C.
Apa saja permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam
Upaya penegakan HAM? …………................................. 13
D.
Bagaiman upaya pemerintah dalam penghormatan, pengakuan
dan penegakan HAM?
............................................................... 13
BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………
A.
Dasar Hukum pemberlakuan, penegakan dan penghormatan
HAM
di Indonesia …………………………………. 13
B. Pelaksanaan
dan penegakan HAM di Indonesia ………………… 15
C. Permasalahan yang dihadapi
pemerintah dalam upaya
penegakan HAM ? ………............................................... 17
D. Upaya pemerintah dalam
penghormatan, pengakuan dan
penegakan HAM ………………………………………. 20
BAB IV : PENUTUP ………………………………………………. 22
A. KESIMPULAN ………………………………………. 22
B. SARAN ………………………………………………. 23
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 25
BAB I
PENDAHULUAN
A.PENGERTIAN
HAM
Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing
dikenal dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia,
Human Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa
Indonesia disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada
diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak
berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak
berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak
boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada
rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi
Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak
kodrati yang secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan.
Pengertian ini mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang maha
kuasa kepada
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada
diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai
manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di
dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena
diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau
jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh kesempatan
untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak Asasi manusia
bersifat supralegal, artinya tidak bergantung
kepada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan
pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia
dimiliki manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan
Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat pada
eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat dialihkan.
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak
memrlukan legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum
nasional maupun Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan
konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia.
Gagasan HAM yang bersifat teistik ini
diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling hakiki dalam diri manusia. Namun
karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistic,
maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam
mengatur kehidupan manusia.
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di
setiap negara mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai
dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di
mana-mana pada dasarnya sama juga
Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan manapun
yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada
seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apapun
untuk membelenggungnya.
B.SEJARAH HAM
Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya
Perang Dunia II. Dan, negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi
kebobrokan daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan
konsep "Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula
Konsep HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang
atau negara bekas jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara
tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi
Manusia (HAM) dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor
Roosevelt, dan pada 10 Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai
“Universal Declaration of Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights
(1948) memuat tiga puluh pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi,
social dan kebudayaan yang fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di
dunia ini.Hal itu sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu
tujuan PBB adalah untuk mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong
penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari bagi
semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun agama. Pada
awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral anggota PBB,
tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :
1. International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights
2. International Covenant em
civil and political rights
3. Optional Protocol to the
International covenant on civil and Political Rights
Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 1966, dan
kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. Setiap Negara
yang meratifikasi dokumen tersebut,
berarti terikat dengan ketentuan dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan
memberi perlindungan atas hak-hak
(rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.
Setiap Negara yang
meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan menjamin semua individu di
wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan pengadilan hak-hak yang diakui
dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan atau social, harta milik,
kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah disepakati secara aklamasi oleh
sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian perjanjian itu dapat diberlakukan.
Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35 negara bersedia meratifikasi. Bahkan
tidak berbeda dengan Indonesia, Negara yang merasa dirinya champion dalam hak
asasi manusia seperti USA dan Inggris hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi
kedua kovenan tersebut
C.PERKEMBANGAN HAM DI
INDONESIA
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia
tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya
kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan,
pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan
raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki
Berikut
adalah perkembangan HAM di Indonesia
1.
Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
- Boedi Oetomo
Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan
yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam
bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
- Perhimpunan Indonesia Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
- Sarekat Islam Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
- Partai Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
- Indische Partij Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
- Partai Nasional Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
- Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
- Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
- Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi )
yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b. Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal
dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang
menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan
tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan
menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara
ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik
dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar
demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai
pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil )
dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari
kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan
melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan
pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
- Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah
sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem
demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan
berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan
dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan
dan hak politik.
- Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke
Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM.Pada masa awal periode ini telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada
tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia.
Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang
merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan
guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS
1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta
KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai
periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat
defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan
bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai
luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah
terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang
terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap
defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali
digunakan oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan.
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari
pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang
concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang
terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus
di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang
periode 1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi
pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive menjadi ke strategi
akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu
sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun
1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan
menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
- Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan
dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada
saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde
baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan
penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan
HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari
pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional
khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument
Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua
tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten.
Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang–undangDasar 1945 ),
ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan
ketentuan perundang–undangan lainnya.
Pada masa menjelang peralihan
pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian
menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri
Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Pada
masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang
tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh
oleh tangan-tangan penguasa pada waktu itu. Aksi
demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah
kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya
berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi
hukum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan untuk
menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa reformasi,
cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar dalam ingatan kita
bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak dalam perjalanannya ke
Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang
batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal yang telah di
jelaskan pada Bab I Pendahuluan, adapun permasalahan yang saya temukan dan saya
angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
A.
Apa dasar Hukum pemberlakuan, penegakan, dan penghormatan HAM
di Indonesia ?
B.
Bagaimana Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia ?
C.
Apa saja permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya
penegakan HAM ?
D.
Bagaiman upaya pemerintah dalam penghormatan, pengakuan dan
penegakan HAM ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dasar
Hukum pemberlakuan, penegakan dan penghormatan HAM di Indonesia
Istilah atau
perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD
1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang
dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban
warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945
mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan
secara tegas. Guna lebih memantapkan perhatian
atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat
(organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu
Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR
tentang GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945. Akhirnya
ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan
dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung
dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4
tanggal 13 November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi
salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999.
Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1
Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya
telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26
oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165. Di
samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional
yang mengatur HAM, antara lain :
- Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998.
- Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.
- Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7 Tahun 1984.
- Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
- Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.
- Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29 Tahun 1999.
B.
Pelaksanaan dan penegakan HAM di Indonesia
Tegaknya HAM selalu mempunyai
hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan
dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan
ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya
para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat.
Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap
warganegara secara egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah
terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang
lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula
bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses
dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari
aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya
HAM. Kenyataan
menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan
bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber
dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh
dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya
arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa,
yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue
mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat
mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu
banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM
berat(gross human right violation).
Disamping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam
memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM Masalah
Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada masa pemerintahanOrde Baru.
Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai merupakan pelanggaran HAM. Pada
dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal
28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut maka
masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen
ke-2 pasal 28-D ayat 1). Memang
jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus
yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran
rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang
kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna
kendaraan bermotor dan para pejalan kaki. Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa
Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM
ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu
itu sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.
C. Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam penegakan HAM di Indonesia
Kenyataan menunjukkan
bahwa masalah HAM di Indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan
perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD
1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan
pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya
arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa,
yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Terutama
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia
bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat
tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM,
mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human
right violation). Di samping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi
masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM. Berbagai permasalahan
yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam rangka penghormatan, pengakuan, penegakan
hukum dan HAM antara lain
1. Penegakan Hukum di Indonesia
belum dirasakan optimal oleh masyarakat. Hal itu antara lain, ditunjukan oleh
masih rendahnya kinerja lembaga peradilan. Penegakan hukum sejumlah kasus
pelanggaran HAM berat yang sudah selesai tahap penyelidikannya pada tahun 2002,
2003, dan 2004, sampai sekarang belum di tindak lanjuti tahap penyelidikannya.
2. Masih ada peraturan
perundang-undangan yang belum berwawasan gender dan belum memberikan
perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara lain, karena adanya aparat hukum, baik
aparat pelaksana peraturan perundang-undangan, maupun aparat penyusun peraturan
perundang-undangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup atas
prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.
3. Belum membaiknya kondisi
kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak krisis ekonomi yang terjadi telah
menyebabkan sebagian besar rakyat tidak dapat menikmati hak-hak dasarnya baik
itu hak ekonominya seperti belum terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak dan
juga hak atas pendidikan
4. Sepanjang tahun 2004 telah
terjadi beberapa konflik dalam masyarakat, seperti Aceh, Ambon, dan Papua yang
tidak hanya melibatkan aparat Negara
tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang menyebabkan tidak
terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan
5. Adanya aksi terorisme yang
ditujukan kepada sarana public yang mnyebabkan rasa tidak aman bagi masyarakat
6. Dengan adanya globalisasi,
intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara lainnya manjdi
makin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat
transnasional menjadi makin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara
lain, terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang dan terorisme. Salah
satu permasalahan yang sering timbul adalah adanya peredaran dokumen palsu.
Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke Indonesia
Beberapa masalah Hak Asasi di Indonesia yaitu:
1. Perlindungan Perempuan :
Keadilan dan kesetaraan gender.
UUD 1945 pasal 27 menjamin persamaan Hak perempuan dan Laki-laki
; dan Bahwa perempuan adalah bagian dari HAM yang tercantum dalam UU No.
7/198-4 tentang anti diskriminasi dan UU No. 39/1999 tentang HAK. Ada pun
hak-hak politik perempuan tercantum dalam UU No. 68/1958
2. Rencana Aksi Nasional (RAN)
Penghapusan perdagangan perempuan dan Anak
Indonesia telah memiliki rencana aksi nasional penghapusan
trafficking perempuan dan anak 2003-2007. RAN tersebut merupakan implementasi
dari konvensi PBB menentang kejahatan Terorganisir antar Negara
3. Perlindungan Hak Anak
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah legislative dan
administrative untuk lebih memperbaiki perlindungan hak-hak anak dan
perempuan. Langkah-langkah legislative
tersebut antara lain dengan keluarnya UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan
anak dan UU No. 20 tahun 2003 dengan system pendidikan nasional. Sedangkan
langkah administrative dalam menetukan rencana aksi dan penentuan penjuru untuk
pemajuan dan perlindungan HAM antara lain, melalui kepres No. 59 tahun 2002
tentang rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
anak. Dan juga pembentukan komisi perlindungan anak Indonesia di bentuk pada
tahun 2003 melalui keppres No. 77 tahun 2003
D. Upaya Pemerintah dalam hal penghormatan, pengakuan , dan penegakan Hukum dan HAM
Untuk
mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidaklah semudah
menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan
tantangan yang tidak lagi sebatas terorika, melainkan sudah menjadi realita
yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang
telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat
prinsipil substansil dan klasik.
Pemerintah
wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, Dan memajukan
Hak asasi manusia melalui langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum,
politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan Negara, dan bidang lainnya.
Bahwa untuk
ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi
manusia serta memberikan perlindungan , kepastian keadilan dan perasaan aman
kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu dibentuk suatu pengadilan Hak asasi
manusia untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan
ketentuan pasal 104 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia
yakni UU No. 26 tahun 2000.
Program
pemrintah dalam penegakan Hukum dan HAM (PP Nomor 7 tahun 2005) yaitu meliputi
pemberantasan korupsi, anti terorisme, dan pembasmian penyalahgunaan narkotika
dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus selalu ditegakkan secara tegas, tidak
diskriminatif dan konsisten.
Partisipasi
masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan
pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini meliputi antara lain : setiap
orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya seperti Perguruan Tinggi,
lembaga studi
Partisipasi
masyarakat ini dapat berupa :
a. Pengajuan usulan mengenai
perumusan dan kebajikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
b. Melakukan penelitian
c. Melakukan pendidikan
d. Melakukan penyebarluasan
informasi mengenai hak asasi manusia
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif
dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun
1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih
menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan
keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter.
Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah
terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang
lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula
bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses
dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari
aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant)
yang mendukung tegaknya HAM. Kenyataan
menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan
bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber
dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh
dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya
arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa,
yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya
HAM di Indonesia terutama terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan
bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya
mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut
kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Dewasa ini, meskipun ditengarai
banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum
Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya
mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi
hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah
dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran
HAM berat yang terjadi.
B. SARAN Pengawalan
penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya di
bangsa yang berumur 66 tahun ini belum bisa sepenuhnya menancapkannya. Walau
masih bangsa muda dibandingkan dengan Negara-negara barat, namun waktu seperti
itu bukanlah sempit bagi pemerintah kita untuk mewujudkannya. Namun mari kembali
lagi pada kenyataannya. Bangsa Indonesia belum menjamin HAM warganya. Di
butuhkan keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM di Indonesia.
Tentu saja itu tidak cukup, hanya pemerintah namun,partisipasi dan kerja sama
warga nemasih sangat dibutuhkan kerjasama warna Negara Indonesia yang semoga
baik-baik saja. Kemudian secara sinergi merongrong Negara Indonesia yang adil. Kita
sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa, sudah semestinya membantu
pemerintah untuk terus menegakkan HAM di Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia
sudah saatnya dibenahi dan ditata ulang agar terbentuk good goverment. Segala
jenis hambatan dan tantangan yang dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM
harus segera dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU :
Murya, Edy.SH.M.Hum. 2012. Diktat
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Medan : Universitas Sumatera Utara
Affandi , Idrus, dkk. 2007. Hak Asasi Manusia. Jakarta : Universitas
Terbuka
Basrowi, dkk. 2006. Demokrasi dan HAM. Kediri : Jenggala Pustaka Utama.
Bahar, Safroedin,Drs. 1997. Hak Asasi
Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar
Sumarsono, S, Drs. 2001. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia
Kaelan, H, Dr. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:Gramedia
PERUNDANG-UNDANGAN
UUD 1945
UU N0. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni
1993 Tentang Pembentukan KOMNAS HAM
LAIN-LAIN
INTERNET
www.komnas-ham.co.id